}); Perilaku Merokok Pada Anak dan Remaja | Indonesia Bisa Sehat !

Cari Artikel tentang :

Perilaku Merokok Pada Anak dan Remaja

Tahukah Anda Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010? Secara nasional, prevalensi penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok sebesar 34,7 persen, dimana 28,2 persen adalah perokok setiap hari, dan 6,5 persen perokok kadang-kadang.

Yang memprihatinkan, hampir sebagian besar perokok aktif di Indonesia mulai merokok sejak usia belia. Sekitar 43,3 persen perokok, mulai merokok di usia 15-19 tahun, sekitar 17,5 persen mulai merokok di rentang usia 10-14 tahun dan 14,6 persen di usia 20-24. Bahkan di antara para perokok sebanyak 1,7 persen mulai merokok sejak usia lima sampai sembilan tahun.

Dari hasil analisis, dicatat perokok dengan umur mulai merokok di usia balita terbanyak dijumpai di Jawa Timur (22 persen). Disusul berikutnya adalah Jawa Tengah serta Jawa Barat di urutan kedua dan ketiga.Riskesdas 2010 memperlihatkan, bahwa secara nasional prevalensi perokok umur 15 tahun ke atas yang merokok di dalam rumah mencapai 76,6 persen. Bahkan sekitar 68,5 persen perokok usia 15-24 merokok bersama anggota rumah yang lain. *(dari okenews.com)

Perilaku anak tidak terlepas dari pengaruh orang tua dan lingkungan di sekitarnya. Begitupun kebiasaan merokok pada anak. Tumbuh dalam lingkungan dengan keseharian orang-orang yang terbiasa merokok sedikit tidaknya akan menggiring persepsi anak bahwa merokok merupakan hal biasa yang dilakukan dilingkungannya, apalagi bila orang tuanya juga biasa merokok di depan mereka.

Dalam perkembangan psikologis anak, usia balita merupakan fase dimana anak akan lebih banyak menyerap rangsangan dari apa yang dilihat dan didengarnya. Mereka akan mudah sekali meniru apa yang dilihat dan ikut mengucapkan kata-kata dari apa yang didengarnya, tanpa tahu maksud dan arti dari apa yang dilakukannya. Di sinilah peran orang tua sangat diperlukan, karena arahan dari orang tua akan menentukan langkah selanjutnya dalam memasuki fase perkembangan berikutnya.

Biasanya anak akan melakukan apa saja untuk memperoleh apa yang mereka inginkan, menangis, merengek, bahkan mungkin marah. Orang tuapun cenderung mengikuti apa keinginan sang anak dengan alasan kasihan dan demi terhentinya rengekan sang anak. Inilah yang kemudian menjadi awal timbulnya masalah kebiasaan merokok pada anak. Orang dewasa yang tidak ingin kebiasaan mereka terganggu, kemudian dengan mudahnya memberikan apa yang anak minta termasuk rokok. Orang tua tidak akan mampu memberikan larangan kepada anak untuk tidak merokok, karena mereka tidak memiliki alasan yang cukup untuk mengatakan salah pada apa yang juga mereka lakukan. Tanpa disadari anak akan belajar dan mengulang perbuatannya dari waktu ke waktu untuk memenuhi keinginannya, dan pada akhirnya akan merubah sikap dan perilakunya.

Orang tua bukanlah satu-satunya yang harus bertanggung jawab terhadap tingginya perilaku merokok pada anak di Indonesia. Kita juga harus ingat bahwa dalam teori belajar, lingkungan mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk perilaku seseorang. Selain mencontoh perilaku merokok dari orang tua dan orang disekitarnya, kemudahan untuk memperoleh rokok juga menjadi faktor pendukung anak dan remaja menjadi perokok. Rokok hampir pasti ada di setiap warung, bahkan hanya dengan 500 perak kita sudah bisa mendapatkan sebatang rokok. Belum lagi pengaruh dari iklan rokok baik cetak maupun elektronik yang cenderung menggiring opini remaja bahwa perokok adalah sosok yang pemberani, tangguh dan percaya diri. Pada fase remaja ini anak berada pada masa dimana mereka sedang mencari jati diri dan cenderung mengikuti kelompoknya. Inilah yang kemudian mempermudah mereka masuk menjadi perokok pemula.
Kebijakan pemerintah menjadi palang pintu akhir dalam permasalahan ini. Peran pemerintah dalam mengontrol peredaran tembakau menjadi kunci utamanya. Terlepas dari faktor lain yang terpengaruh atas kebijakan tersebut, kita tetap tidak boleh lupa bahwa masa depan bangsa berada ditangan generasi mudanya.

Bila melihat realita tersebut, maka teori belajar Social Learning oleh Albert Bandura yang menitikberatkan pada situasi sosial sebagai faktor pembentuk dan perubah perilaku seseorang adalah teori yang paling sesuai dalam masalah ini. Melalui interaksi sosial dengan orang lain seorang anak dan remaja akan lebih banyak mencontoh dari apa yang dilihatnya. Bila merokok sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan orang di lingkungannya maka akan dengan sangat mudah mereka ikut berperilaku seperti itu. Model perilaku merokok dapat mereka temui dimana saja, baik di rumah maupun dari teman sebaya di lingkungannya. Lingkungan juga banyak menyediakan faktor pendukung perilaku merokok dengan kemudahan mendapatkan rokok serta iklan promosi rokok yang lebih mudah ditemukan dari pada promosi bahaya merokok.

Pun demikian dengan persepsi. Perilaku merokok yang dilihat anak setiap hari, seperti menjadi hal yang biasa masyarakat. Hal ini akan membentuk persepsi pada anak dan remaja bahwa merokok adalah perilaku yang lazim, tanpa mengetahui akibat terhadap kesehatan dan masa depan mereka. Sehingga persepsi yang salah ini akan menggiring mereka berperilaku yang sama tanpa memperhitungkan keburukannya.

*sumber berita : http://news.okezone.com/read/2012/05/09/542/626791/perilaku-merokok-di-kalangan-anak-memprihatinkan

2 comments:

Informasi Kesehatan mengatakan...

banyak mereka yang merokok di usia remaja, ntah gimana cara menghentikannya, mungkin ini jadi Informasi dan tanggung jawab kita semua para orang tua.

Unknown mengatakan...

artikel yang sangat bagus, semoga sehat dan sukse selalu http://banyumasinfosehat.blogspot.com

Posting Komentar

Followers

Sejak 2008-2017. Diberdayakan oleh Blogger.